(anak-anak Islam, selamatkan Palestin!)
Ini adalah suara aku yang sengaja dipendam lama
Kukira kau bisa mengerti akan tiap apa yang aku jerihkan padamu
Telah aku hadirkan selautan banjir, agar dengannya engkau tahu derita
Telah aku gemparkan sekeping tanah, agar dengannya engkau tahu cemas
Tapi aku dulu yang tahu, ia tidak mungkin akan begitu
Kerna engkau sengaja tidak mahu mengerti
Detik ini
Engkau harus dekat denganku, biar aku khabarkan sendiri padamu
Cukuplah engkau pekakkan telingamu dengan batu kejahilan
Bukakan pintu hatimu seluasnya agar aku punya ruang untuk berkata
Dengarkan butir bicaraku yang tidak tahu berdusta ini
Akanku kisahkan sebuah cerita tentang satu kepala anak kecil
Yang lumat diterjah titip atom sesaat tadi, benar tiada dipandang nilainya
Lantas kepalanya yang keras itu berkecai menjadi serpihan yang beribu
Dan darah merah pekat menghambur ke segenap semesta
Seluruh isinya bertasbih, tapi aku tahu engkau tidak ikut begitu
Aku meratap
Bukan kerna engkau yang telah lama mengecewakanku
Tapi semalam aku hiba melihat kepala anak itu masih dibelai lembut bondanya
Di ribaan ayahnya terukir senyuman sarat dengan gelora di jiwa, berat sungguh bebannya
Dalam ribut peluru kasih mereka utuh melukut di tanah gersang itu
Dalam kekalutan syaitan berpesta merekalah yang masih ingat Tuhan
Aku tahu mereka bukanlah ghairah mencalarkan akidah sendiri, walau sedikit
Waktu itu aku hamparkan jasadku untuk anak kecil, bondanya, ayahnya
Kerna tiada pernah tangan yang datang membawa alas untuk nyenyak mereka
Sedang engkau di sana berselimutkan kekenyangan bertilamkan kebahagiaan
Tapi anak yang kecil itu lama sudah tidak menjamah lauk yang enak
Apa lagi tidur di atas tilam yang empuk
Malam tadi juga aku berjaga untuk mereka
Kiranya nanti aku bisa menjadi pelindung walau kutahu itu bukan kudratku
Dan aku lihat syaitan-syaitan itu datang menghunus bala yang dahsyat
Laknat Tuhanlah kepada syaitan yang menggila di tengah malam yang hangat itu
Langsung si ayah dan bonda diheret bagai bangkai tiada harga
Dan anak kecil itu meraung dalam pekat malam yang hitam
Kelam
Pagi ini pagi yang duka
Aku tahu matahari kian malu untuk bersua denganku
Matahari dan aku sekadar menatap kepiluan, tidak mampu untuk berkuasa
Pagi ini juga anak kecil itu mengutip cebis kenangan ayah bonda di celahan debu
Saat ia melangkah longlai, lima butir peluru telus ke dadanya, dua hinggap di kepala
Nadinya umpama boneka yang boleh dimainkan, dimatikan oleh syaitan durjana
Berombak nafasnya yang muda sedang bergelut ia untuk syahid
Dan anak kecil itu rebah ke bumi sendirian, aku yang menyambutnya
Langit pun turut sebak menitiskan air mata
Kerna itu aku sekarang sedang bercerita padamu yang sedang asyik bergembira
Rayuku agar engkau lebih tahu tentang jerih saudaramu di tanah itu
Sedang engkau di bumimu tidak mahu kenal erti korban jiwa untuk agama
Mereka itu umatmu, anak-anak kecil di sana adalah anak-anakmu
Sungguh engkau pasti tidak mahu senyum andai kau lihat apa yang telah aku tatap
Jemu sudah aku dengar pekik raung si anak kecil, dan aku sekadar menadah darah pekat
Aku hamparkan jasadku ini agar mampu engkau melangkah gagah ke sana
Kerna engkau dan anak-anak kecil itu telah diikat oleh akidah
Maka tiupkan roh semangat dalam dirimu seperti mereka, pedulilah
Aku bermunajat pada Tuhan agar esok jangan ada lagi kepala yang lumat
23 Februari 2008 (12.10 am)
King's College London
1 comment:
Panjangnya.. Bisa buat hatiku luka parah~
Post a Comment